Jam menunjukkan pukul tiga malam. Mengenakan batik tigaraksa menuju
restoran di dekat loby hotel Ros-In Yogyakarta. Rasanya masih lelah
setelah aktivitas padat acara Gempita (gerakan nasional masyarakat
peduli industrilialisasi Kelautan dan perikanan). Namun, waktu sahur
sangat saying untuk dilewatkan.
Di restoran hotel, rombongan dari Banten sudah berkumpul di satu meja besar. Melambaikan tangan kea rah mereka lalu pergi mengambil menu makanan untuk santap sahur. Niatnya ingin duduk ditengah-tengah mereka, tetapi malah disuruh duduk disamping ibu Neni dari BKPP Banten. Ternyata kursi tengah itu sudah ada yang empunya, dan yang lebih special ternyata orang itu adalah Direktur Produksi Dirjen Perikanan Budidaya KKP.
Pak direktur produksi ini dari segi usia masih muda. Ia juga ramah dan hangat. Maka, ditengah-tengah santap sahur itu terjadi diskusi yang menarik tentang produksi perikanan.
Pertanyaan pertama datang dari ibu Neni tentang subsidi pakan.
Pak direktur sepertinya sudah biasa dengan pertanyaan semacam ini. Ia menjelaskan bahwa produk perikanan kita sudah ekspor ke berbagai Negara termasuk Amerika Serikat. Nah, di Amerika ada kebijakan ketat yang melindungi produk dalam negerinya, jadi kalau barang impor yang masuk ke sana dan dalam proses produksinya mendapatkan subsidi dari Negara asal, seperti subdisi pakan misalnya, maka produk itu akan kena pajak yang sangat tinggi mencapai lebih dari 60%.
Ia mencontohkan, produk perikanan asal Malaysia dan Vietnam yang kena pajak sampai 67%, sudah begitu penyakitan lagi. Sedangkan produk kita, tidak kena pajak yang tinggi dan produknya sehat, lebih baik dari produk tetangga kita.
Selain itu, barang bersubsidi juga rawan diselewengkan karena satu produk memiliki dua harga yang berbeda. Kita lihat saja BBM, berapa banyak penyelewangan subsidi untuk rakyat malah dipakai juga oleh industry.
Pertanyaan kedua adalah soal program hibah yang menurut sebagaian penyuluh adalah program yang tidak mendidik.
Pak direktur menjelaskan bahwa, kemampuan kelompok budidaya berbeda-beda. Pump itu adalah bentuk program revitalisasi perikanan. Program ini dianggap bukan subsidi oleh Negara tujuan ekspor kita.
Obrolan seru pun terus berlanjut, namun sebagain besar bersifat off the record. Saying obrolan tidak berlangsung lama, karena pak Direktur harus siap-siap berkemas. Ia memilki jadwal penerbangan jam 6 pagi.
Di restoran hotel, rombongan dari Banten sudah berkumpul di satu meja besar. Melambaikan tangan kea rah mereka lalu pergi mengambil menu makanan untuk santap sahur. Niatnya ingin duduk ditengah-tengah mereka, tetapi malah disuruh duduk disamping ibu Neni dari BKPP Banten. Ternyata kursi tengah itu sudah ada yang empunya, dan yang lebih special ternyata orang itu adalah Direktur Produksi Dirjen Perikanan Budidaya KKP.
Pak direktur produksi ini dari segi usia masih muda. Ia juga ramah dan hangat. Maka, ditengah-tengah santap sahur itu terjadi diskusi yang menarik tentang produksi perikanan.
Pertanyaan pertama datang dari ibu Neni tentang subsidi pakan.
Pak direktur sepertinya sudah biasa dengan pertanyaan semacam ini. Ia menjelaskan bahwa produk perikanan kita sudah ekspor ke berbagai Negara termasuk Amerika Serikat. Nah, di Amerika ada kebijakan ketat yang melindungi produk dalam negerinya, jadi kalau barang impor yang masuk ke sana dan dalam proses produksinya mendapatkan subsidi dari Negara asal, seperti subdisi pakan misalnya, maka produk itu akan kena pajak yang sangat tinggi mencapai lebih dari 60%.
Ia mencontohkan, produk perikanan asal Malaysia dan Vietnam yang kena pajak sampai 67%, sudah begitu penyakitan lagi. Sedangkan produk kita, tidak kena pajak yang tinggi dan produknya sehat, lebih baik dari produk tetangga kita.
Selain itu, barang bersubsidi juga rawan diselewengkan karena satu produk memiliki dua harga yang berbeda. Kita lihat saja BBM, berapa banyak penyelewangan subsidi untuk rakyat malah dipakai juga oleh industry.
Pertanyaan kedua adalah soal program hibah yang menurut sebagaian penyuluh adalah program yang tidak mendidik.
Pak direktur menjelaskan bahwa, kemampuan kelompok budidaya berbeda-beda. Pump itu adalah bentuk program revitalisasi perikanan. Program ini dianggap bukan subsidi oleh Negara tujuan ekspor kita.
Obrolan seru pun terus berlanjut, namun sebagain besar bersifat off the record. Saying obrolan tidak berlangsung lama, karena pak Direktur harus siap-siap berkemas. Ia memilki jadwal penerbangan jam 6 pagi.
Ahmad Yunus
Sekretaris Tirta Gintung Sejahtera
No comments:
Post a Comment